Senin, 09 Maret 2009

Perayaan Pertengahan Musim Gugur

Perayaan Pertengahan Musim Gugur jatuh pada tanggal 15 bulan 8 Imlek dan banyak cerita yang mendasarinya. Dipercayai bahwa asal muasal Perayaan Musim Gugur lebih dari 2.000 tahun yang lalu. Karena pada saat itu Tiongkok merupakan negara pertanian, maka perayaan ini bertepatan dengan panen musim gugur.

Ada pula sebuah legenda yang dipercaya masyarakat Tiongkok sebagai awal dari perayaan ini, yaitu legenda mengenai Chang-E.

Pada perayaan itu secara umum langit sangat cerah dan cuaca nyaman, sehingga semakin menambah semarak rakyat yang merayakan.

Selama masa Dinasti Song, karena pengaruh orang-orang terpelajar, berdoa terhadap bulan menjadi sebuah kebiasaan. Memakan Kue Bulan menjadi hal yang tidak terpisahkan sejak akhir masa Dinasti Yuan, demikian pula dengan memandang bulan hingga tengah malam.

Perayaan ini memberikan arti tersendiri dan tidak terpisahkan.

Perayaan Pertengahan Musim Gugur berdasarkan penanggalan Imlek, bukan Masehi. Yaitu tanggal 15 bulan 8 Imlek.

Memandang bulan hingga tengah malam

Legenda mengatakan bahwa pada jaman dahulu ada sebuah keluarga, keluarga Yang, yang menikahkan anak lelakinya, yang masih anak kecil, dengan Yao, anak perempuan ke enam dari keluarga Yao.

Keluarga Yang memperlakukan Yao seperti budak sejak hari pernikahan. Dari mulai mencuci, menenun, memasak dan banyak lagi. Apabila pekerjaan yang diberikan tidak dapat diselesaikan, maka perlakuan kasar akan diterima Yao.

Suatu hari pada tanggal lima belas bulan delapan Imlek, keluarga Yang memberikan 7 keranjang kapas kepada Yao untuk ditenun menjadi kain dan harus selesai pada keesokan harinya.

Sepanjang hari Yao terus menenun untuk menyelesaikan 7 keranjang yang diberikan. Pada kira-kira tengah malam, minyak yang dipakai untuk penerangan habis. Ditengah kebingungan, Yao melihat terangnya bulan saat itu sehingga memindahkan alat tenun ke halaman rumah untuk melanjutkan pekerjaan yang belum selesai dengan diterangi cahaya bulan.

Pada saat Yao sedang menenun, di langit melintas sebuah perahu naga besar berisi para Dewa yang sedang menikmati terangnya bulan. Mereka melihat Yao sedang menenun. Salah seorang Dewa berkata agar tidak perlu menenun lagi dan beristirahat.

Yao berkata bahwa dirinya harus menyelesaikan tenunan apabila tidak ingin mendapat perlakuan kasar. Tiba-tiba angin menerpa dengan keras dan cahaya terang bulan tidak ada lagi.

Yao dengan terpaksa berhenti menenun dan memindahkan alat tenunnya ke dalam rumah, lalu beristirahat.

Pada pagi hari, Yao sudah membayangkan perlakuan kasar yang akan menimpa dirinya. Namun saat keluarga Yang melihat alat tenun yang ada, mereka terkejut dan heran karena alat tenun yang biasa dipakai Yao telah berubah menjadi alat tenun yang terbuat dari emas.

Ketika Yao ditanya, dia hanya menceritakan kejadian semalam.

Akhirnya keluarga Yang menyadari bahwa Yao adalah seorang yang sangat baik dan beruntung.

Sejak saat itu keluarga Yang selalu memperlakukan Yao dengan baik.

Cerita ini diturunkan dari generasi ke generasi sehingga memandang bulan pada Perayaan Pertengahan Musim Gugur hingga larut malam menjadi sebuah tradisi. Dengan harapan dapat melihat perahu naga para Dewa.